Kalo diibaratkan, dia itu rembulan, sedang aku, hanya satu di antara jutaan bintang. Dia itu seorang pemeran utama, yang dengan mudahnya bisa menunjuk satu di antara jutaan bintang tersebut. Dia itu bisa ada, kemudian tiada, layaknya bulan yang terselimuti awan mendung.
Kalo dipikir-pikir, kadang cara manusia berpikir tentang cinta itu sangat mudah jika harus dibanding dengan merasakannya.
Kawan, merasakan itu ada banyak cerita, ada banyak jenis dan caranya sendiri-sendiri. Ada yang merasakan indahnya suatu cinta yang terbalaskan, ada yang harus menunggu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun untuk merasakan cintanya terbalas, dan bahkan ada yang merasakan perihnya jatuh cinta tanpa pernah ada balasannya.
Dan di sana lah pelajarannya, merasakan itu bukan soal terbalaskan atau tidak, tapi, ikhlas atau tidak. Karena sejujurnya, orang yang dengan ikhlas mencintai pasti tidak pernah meminta dicintai untuk mencintai. Percayalah kawan, masih banyak orang-orang di luar sana yang tidak seberuntung kamu, masih banyak orang yang jauh lebih menderita dari sebuah sandiwara dunia ini.
Kalian tahu, pria itu, baru saja mengirim sebuah pesan singkat, "betapa berharganya orang yang kamu cinta itu, Na." Bahkan, setelah ku buat rangkaian kata yang membentuk kalimat-kalimat ini pun, dia tetap tidak paham, tetap tidak bisa mengerti bahwa ini kutulis untuk dia. Tapi tak apa, justru ini lebih baik. Justru lebih aman, bukan?
Komentar
Posting Komentar